Rabu, 17 Februari 2010

GUNUNG SANG PASAK


“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak?”
Sepanjang sejarah, manusia selalu terpana oleh tinggi dan besarnya gunung. Mereka menganggap bahwa gunung adalah tempat suci, tempat bersemayan Tuhan. Orang Jepang menyakralkan Gunung Fuji. Dewa-dewi orang Yunani tinggal di Gunung Olympus. Pegunungan Himalaya merupakan tempat dewanya orang India dan Tibet. Gunung Bromo merupakan kahyangan penduduk Tengger. Gunung Agung tempat dewanya orang Bali. Semua mengaitkan gunung pada fungsi mistik supranatural. Hanya Islam yang menempatkan kembali fungsi gunung secara ilmiah.
Dalam Al-Quran, kita temukan kata gunung sebanyak 49 kali. Di antaranya, 22 ayat menyebutkan fungsi gunung sebagai pasak atau tiang pancang. Pasak atau paku besar merupakan benda yang menancap ke dalam. Artinya, kepala pasak yang tampak di luar selalu jauh lebih pendek dibanding panjangnya batang yang terhujam. Ketika agama-agama primif selama ribuan tahun hanya takjub pada ketinggian gunung, Al-Quran mementahkan kekaguman sesat mereka itu. Ternyata bukan tingginya, tetapi kedalaman akar gunung yang menghujam sampai 15 kali lipat dari tinggi di atas permukaan bumi, itulah yang lebih dahsyat. Al-Quran menegaskan bahwafungsi gunung adalah pasak bumiyang memancang ke bawah tanah dengan kokoh. Itu adalah sebuah konsep gunung yang sangat mutakhir dan baru dikenal. Baru 20 tahun yang lalu para ahli geofisika menemukan bukti bahwa kerak bumi berubah terus. Ketika itu baru ditemukan teori lempeng tektonik (plate theory) yang menyebabkan asumsi bahwa gunung mempunyai akar yang berperan menghentikan gerakan horisontal lithosfer.
“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi tidak goncang bersama kamu….” (Q.S. An-Nahl : 15)

Rasulullah SAW bersabda, “Tatkala Allah menciptakan bumi, bumi bergoyang dan menyentak, lalu Allah menenangkannya dengan gunung.” Bagaimana mungkin Nabi SAW yang buta huruf dan hidupnya di abad ke-6 di tengah masyarakat padang pasir, bisa mengetahui tentang gerakan horisontal lithosfer bumi yang berfungsi manstabilkan goncangan? Subhanallah.
Memang, sejak tahun 1620-an, para ilmuwan seperti Francis Bacon dan RPF Placet dari Prancis mengamati kemungkinan bahwa dahulu benua Amerika, Eropa, dan Afrika pernah menyatu. Pada 1858, Antonio Snider mengemukakan konsep Continental Drift, mengembangnya benua-benua. Kemudian menurut ahli geologi Austria, Eduard Suess, semua benua dulunya memang satu, diberi nama Godwanaland. Sedangkan ilmuwan Jerman, Alfred Wegener menamakannya Pangea. Namun, teori-teori itu belum mendapatkan pengesahan, sampai tahun 1960-an saat ditemukannya bukti-bukti meyakinkan bahwa benua-benua memang bergerak. Kecepatan pergerakan itu 1 cm per tahun di Laut Arktik, 6 cm per tahun di khtulistiwa, sampai 9 cm per tahun di jalur pegunungan. Dan itu adalah 1400 tahun setelah Al-Quran memberitahukan tentang konsep gunung kepada manusia! Allahu Akbar.
Teori lempeng tektonik menyebutkan bahwa kulit bumi barupa 12 lempeng lithosfer setebal 5 sampai 100 km mengapung di atas substratum plastik (astenosfer), yang tebalnya sampai 300 km. Lempengan itu bergerak secara horisontaldan saling bertabrakan dari waktu ke waktudan terlipat ke atas dan ke bawah, melahirkan gunung-gunung. Misalnya, tabrkan lempeng India dan lempeng Eurasia menghasilkan formasi rantai pegunungan Himalaya dengan puncak tertingginya Gunung Everest setinggi 8,848 km, ternetuk mulai 45 juta tahun yang lalu. Fase akhir terbentuknya gunung ditandai dengan akar yang jauh menancap ke dalam bumi. Hal ini yang menyebabkan lambatnya pergerakan lempeng lithosfer. Itulah fungsi gunung. Tanpa gunung, gerakan lithosfer akan lebih cepat dan tabrakan antar lempeng akan lebih drastis dan mungkin membahayakan kehidupan. Wallahu a’lam(Muh. Tahir)

Kamis, 11 Februari 2010

PETIR : RAHMAT ATAU LAKNAT ?

“Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.”(QS. Al-Baqarah : 19)



Manusia selalu merasa ngeri ketika mendengar kilat sambung-menyambungdan Guntur menggelegar. Sampai-sampai ada ungkapan sumpah, “Berani disambar gledek kalau gue bohong.” Orang Yunani menganggap petir dikuasai oleh dewa perang mars. Menurut kepercayaan primitive, petir diartikan dewa langit sedang murka.

Memang ada hadist Tarmizi dalam Mustardrak dari Abdullah bin Amr r.a. bahwa Rasulullah SAW bila mendengar petir berdoa, Allahumma laa taqtulna bighadaabika, walaa tahlikna bi’azaabika, wa’afina qabla dzaalika. “Ya Allah, jangan Engkau bunuh kami karena murkaMu, dan jangan Engkau musnahkan kami dengan azabMu, dan ampunilah kami sebelum itu terjadi.”

Al-Quran mengajar lebih mendalam lagi. Bukan hanya rasa takut, tetapi ada secarcah harapan dalam petir. Kalau hanya ketakutan, itu perilaku orang kafir. Hanya orang kafir yang menutup kupingnya karena takut mati mendengar suara petir. Sebaliknya, orang beriman mestinya menganggap petir adalah ayat-ayat, tanda-tanda kekuasaan Allah yang harus yang harus disingkap rahasianya. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar-Rum (30) ayat 24, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah ditampakkannya kepadamu petir yang menakutkan dan menimbulkan harapan.”

Petir adalah ayat Allah, dia haruslah diposisikan sebagai hal penting yang harus ditafakuri seluk-beluknya. Ahli tafsir hanya menyebutkan bahwa yang dimaksud harapan adalah harapan akan turunnya hujan. Rasanya terlalu sederhana. Segala hal yang disebutkan Allah dalam Al-Quran pastilah mengandung istarat terhadap sesuatu yang lebih dalam.

Baru di tahun 1750-an, seorang ilmuwan Amerika bernama Benyamin Franklin menemukan bahwa petir adalah sebentuk peristiwa listrik. Petir merupakan lompatan listrik bertegangan tinggi yang terjadi di atmosfer. Arus listrik yang terjadi dalam sekali sambaran petir adalah 10 Coulomb pada perbedaan tegangan potensial sebesar 100 juta volt. Energy yang ditimbulkan sebesar 1 miliar joule atau 280 kwh, cukup untuk menghidupkan AC kamar selama 2 minggu. Padahal, setiap detik terjadi 100 lompatan petir di muka bumi. Sebanyak 90% terjadi di awan, tidak tampak oleh mata. Sisanya terjadi lompatan antara awan dan bumi dengan kecapatan 100.000 km/detik. Bagaimanapun, setiap hari sebetulnya tersedia 100x24xx60x60x280 kwh = 22,4 milliar kwh listrik gratis. Namun, yang diperoleh manusia sekarang dari petir masih berupa musibah kebakaran, nyawa melayang, dan kerusakan alat-alat elektronik. Fabiayyi ala’irobbikuma tukadziban, “Maka nikmat TuhanMu yang mana yang kamu dustakan ?”

Dr. Ir. H. Chunaeni Latief, M.Eng.Sc., pimpinan laboratorium energy Unisba mengatakan bahwa seluruh listrik yang kita nikmati sekarang bukanlah energy listrik murni. Sebagian besar berasal dari energy air (PLTA), energy uap (PLTU), energy gas bumu (PLTG), energy nuklir (PLTN), dan lain-lain. Sedangkan yang dinamakan energy listrik yang benar-benar murni adalah petir. Ini belum dimanfaatkan sama sekali. PLTP, Pembangkit Listrik Tenaga Petir, baru dalam taraf eksperimen skala kecil-kecilan di Jepang.

Para ahli meteorology menghitung bahwa suhu di batang petir bisa mencapai 25.0000C, dan tekanan udara menjadi 10 atm dalam per sekian detik. Ini pun sumber energy potensial lagi yang bias dikonvensi untuk keperluan manusia. Al-Quran telah mengisyaratkan adanya ketakutan dan harapan akibat petir. Ketakutan telah mengembangkan teknologi alat penangkal petir. Sedabgkan harapan yang timbul dari petir masih terbuka lebar bagi ilmuwan Muslim untuk digali.

Selain menghasilkan energy listrik, petir masih mempunyai peranan besar lain di bumi. Petir mempercepat terjadinya hujan dan pembentukan salju. Petir juga berfungsi melestsrikan nitrogen di atmosfer bumi. Nitrogen adalah unsur utama yang dibutuhkan makhluk hidup. Dipekiraan jutaan tahun silam, di awal usianya, petirlah yang telah berjasa atas sintesa terbentuknya zat-zat kimia oganik yang akhirnya berlanjut pada berkembangnya kehidupan di muka bumi. Wallahu a’lam. (Muh. Tahir)